INDONESIA GLOBAL
Khadafi Bergeming
Tumbal Revolusi Libya Sudah 173 Nyawa
n
Senin, 21 Februari 2011 | 03:57 WIB
m Prsiden Libya Moammar Khadafi (kanan) saat berbincang dengan PM Italia Silvio Berlusconi di Benghazi, Libya, 30 Agustus.
Sedikitnya 173 orang tewas sebagai "tumbal revolusi" demi menyungkurkan Presiden Libya, Moammer Khadafi, sejak Selasa (15/2/2011) lalu.
"Ada 173 orang yang tewas," kata juru bicara Human Rights Watch (HRW), Tom Porteous, Minggu (20/2/2011). Menurut Porteous, angka tersebut berdasarkan atas laporan sumber-sumber rumah sakit di Libya timur, Benghazi dan tiga tempat lain. "Angka itu belum lengkap dan juga ada banyak orang yang terluka," katanya.
"Menurut sumber-sumber medis di Libya, luka-luka korban menunjukkan penggunaan senjata berat terhadap demonstran," kata Porteous.
Sementara itu, protes anti-pemerintah terus berlangsung hingga Minggu dan semakin mendekati ibukota Libya, dan bentrokan baru terjadi di kota bergolak Benghazi.
Prancis menyebut tindakan pemerintah Libya tidak bisa diterima sama sekali, dan demonstran di London dan Kairo memprotes Moamer Kadhafi yang telah berkuasa di Libya selama empat dasawarsa.
Sejumlah saksi mengatakan melalui telepon, pasukan keamanan Libya bentrok dengan pemrotes di kota pesisir Laut Tengah, Misrata, 200 kilometer dari Tripoli.
Demonstran di wilayah itu turun ke jalan untuk mendukung penduduk kota kedua Libya, Benghazi, 1.000 kilometer sebelah timur Tripoli yang telah mengalami dampak operasi penumpasan protes oleh pasukan keamanan di Libya timur, kata mereka.
Menurut saksi-saksi itu, pasukan keamanan yang dibantu oleh "tentara bayaran Afrika" melepaskan tembakan ke arah massa secara membabi buta. Di Benghazi protes menentang kekuasaan Kadhafi terus berlangsung di tengah bentrokan-bentorkan baru, kata pengacara Mohammed al-Mughrabi.
Kadhafi (68), pemimpin terlama di dunia Arab, belum memberikan pernyataan umum mengenai penentangan terhadap pemerintahnya. Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, tampaknya terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Libya Tahan Puluhan Anggota Jaringan Arab
Minggu, 20 Februari 2011 | 07:59 WIB
Pemimpin Libya Moammar Khadafi turun dari pesawat di bandara Moskwa, Rusia, Jumat (31/10).
Pemerintah Libya menahan puluhan anggota ’jaringan’ nasionalis Arab yang dituduh berusaha mengacaukan negara.
Menurut kantor berita resmi Jana dalam laporannya Sabtu (19/2/2011, mereka yang ditahan di beberapa kota Libya itu adalah para anggota "jaringan luar negeri yang dilatih untuk merusak stabilitas Libya, keamanan warganya dan persatuan nasional." Sumber-sumber yang dekat dengan penyelidikan, mengatakan, kelompok tersebut termasuk orang-orang Tunisia, Mesir, Sudan, Palestina, Suriah dan Turki. Mereka ditahan dengan tuduhan menghasut masyarakat melakukan aksi-aksi penjarahan dan sabotase, seperti pembakaran rumah sakit, bank, pengadilan, penjara, kantor polisi dan kantor polisi militer, selain bangunan-bangunan publik serta properti swasta," kata Jana. Ditambahkan bahwa "kota-kota tertentu di Libya telah dijadikan tempat aksi tindakan sabotase dan perusakan sejak Selasa," tulis Jana. Para tersangka juga berusaha mengambil senjata dari kantor polisi dan polisi militer serta akan menggunakannya. "Sumber dekat dengan investigasi itu tidak mengesampingkan kemungkinan Israel berada di balik jaringan tersebut," tambah kantor berita itu, tanpa memberikan rincian. Pada hari kelima protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di masa rezim empat dekade itu, pemimpin Libya Moamar Gaddafi masih tidak memberikan komentar terbuka, meskipun ia dilaporkan muncul di aksi unjuk rasa massa pendukungnya di ibu kota pada Kamis. Pengamat hak asasi manusia (HAM) internasional Human Rights Watch (HRW) mengatakan, pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 80 pengunjuk rasa anti-rezim di Libya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar