69 RW Jakarta Pusat Berkategori Kumuh
Kamis, 01 Juli 2010 | 00:13 WIB
Besar Kecil Normal
Jakarta – Meski Jakarta Pusat memiliki banyak kawasan elite, ternyata Suku Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Jakarta Pusat menemukan adanya 69 lingkungan rukun warga (RW) yang masuk kategori kumuh. Empat RW di antaranya malah masuk kategori kumuh kelas berat.
Empat RW itu adalah RW 014 di Kelurahan Kebon Melati, RW 03 di Kelurahan Kramat, RW 05 di Kelurahan Karang Anyar, dan RW 08 di Kelurahan Menteng.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sudin Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta Pusat Muhammad Syafik menyampaikan empat wilayah tersebut saat ini sudah masuk dalam target lokasi kegiatan Perbaikan Lingkungan Perumahan atau MHT plus dari Pemkot Jakarta Pusat. "Mereka termasuk diantara 22 RW kumuh yang akan diperbaiki tahun ini," ujar Syafik, Rabu (30/6).
Pelaksanaanya sendiri, menurut Syafik, sebenarnya sudah berjalan dari awal tahun kemarin. Artinya memasuki bulan ke tujuh ini, pelaksanaanya sudah dikerjakan 50 persen. Pada 2011 nanti, proyek gabungan dari beberapa suku dinas ini juga akan memperbaiki 22 RW kumuh lainnya. "Sisanya yang 25 RW akan difinalisasi pada 2012."
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Fatahillah mengatakan kegiatan MHT plus yang diadakan di wilayahnya diharapkan dapat menata lingkungan kumuh menjadi lebih tertata dan terkelola baik. "Kami ingin meningkatkan kualitas lingkungan permukiman," ujarnya saat tatap muka dengan media siang tadi.
Kegiatan MHT Plus ini dibuat setelah Badan Pengelola Statistik Jakarta Pusat mendata wilayah yang membutuhkan perbaikan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu lingkungan. Dalam penelitian tersebut, BPS Jakarta Pusat menemukan sepuluh indikator yang menentukan sebuah wilayah masuk ke dalam kategori kumuh atau tidak.
Kesepuluh indikator tersebut terlihat dari kepadatan penduduk, tata letak bangunan, keadaan konstruksi bangunan tempat tingal, ventilasi perumaha, kepadatan bangunan, keadaan jalan, drainase, pemakaian air bersih penduduk, pembuangan limbah manusia dan pengolahan sampah.
"Dari sepuluh indikator yang disurvei BPS tersebut, maka kami dapat membagi wilayah kumuh menjadi tiga kategori wilayah, yaitu Kumuh Ringan, Kumuh Sedang dan Kumuh Berat," jelas Syafik.
Untuk mengadakan kegiatan MHT Plus ini, Syafik menerangkan anggaran yang diperlukan mencapai Rp 20 miliar --untuk proyeksi satu tahunnya. Dana itu murni dicomot dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Tidak ada proses lelang dalam proyek ini. "Penunjukkan langsung, karena setiap rumah atau lingkungan nilai proyeknya masih di bawah Rp 100 juta," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar