Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: NAGARI PARIANGAN DI PEGARUYUNG

Rabu, 23 Juni 2010

NAGARI PARIANGAN DI PEGARUYUNG

NAGARI PARIANGAN DI PAGARUYUNG
Read the rest of this entry »
Pemerintahan Rajo Nan Tigo Selo di Pagaruyung

October 15, 2009 in Kerajaan, Ketatanegaraan, Kronik, Nagari, Tambo, Tarikh | 2 comments

Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja. Itulah sebabnya sejarah mencatat bahwa raja Melayu sewaktu didatangi Mahisa Anabrang dari Singosari yang memimpin ekspesidi Pamalayu bernama Tribuana Raja Mauli Warmadewa. Arti kata tersebut adalah tiga raja penguasa bumi yang berasal dari keluarga Mauli Warmadewa.

Antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling mengawini dengan tujuan untuk memurnikan darah kebangsawanan di antara mereka, juga untuk menjaga struktur tiga serangkai kekuasaan agar tidak mudah terpecah belah.

Raja Alam merupakan yang tertinggi dari kedua raja; Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam memutuskan hal-hal mengenai kepemerintahan secara keseluruhan. Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan, Dalam kaba Cindua Mato kedudukan dan fungsi dari raja-raja ini dijelaskan dalam suatu jalinan peristiwa. Menurut A.A.Navis dalam Alam Terkembang jadi Guru (PT Pustaka Grafitipers 1984, Jakarta) kaba Cindua Mato sebenarnya adalah Tambo Pagaruyung yang diolah jadi kaba. Dalam konteks ini, informasi dari kaba Cindua Mato tentang tugas raja-raja tersebut merupakan sesuatu yang dapat juga dijadikan rujukan. Sedangkan institusi untuk Raja Adat dan Raja Ibadat disebut sebagai Rajo Duo Selo.

1. RAJO ALAM
Pucuk pemerintahan kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung mempunyai struktur tersendiri. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh tiga orang raja; Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat. Masing-masing raja mempunyai tugas, kewenangan dan mempunyai daerah kedudukan tersendiri. Raja Alam membawahi Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung. Semua penjelasan mengenai kedudukan dan kekuasaan raja-raja tersebut pada dasarnya bertolak dari uraian yang ada di dalam tambo dan pada kaba Cindua Mato, karena kaba Cindua Mato dianggap sebagai tambo Pagaruyung yang dikabakan. Read the rest of this entry »
Nagari Pariangan dan Tujuh Suku Pertama

October 15, 2009 in Mitos, Nagari, Tambo | Leave a comment

Perahu yang mengantarkan rombongan Sultan Suri Maharajo Dirajo, akhirnya mendarat di pulau Perca, tepatnya di puncak Gunung Merapi. Kapal ini bermuatan enam belas lelaki dan perempuan, ditambah empat orang lainnya yang masing-masing bernama Kho Cin (Kucing Siam), Can Pa (Harimau Campo), Khan Bin (Kambing Hutan), dan Ahan Jin (Anjing Mualim). Kemudian Sri Maharajo Dirajo dan rombongan turun ke darat. Sementara itu air lautpun beranjak surut.

Selang berapa lama kemudian rombongan Maharajo Dirajo turun ke sebuah tempat yang disebut Labuhan si Tambago, sekitar dua kilo meter dari Nagari Pariangan ke arah puncak Merapi. Di tempat inilah untuk pertama kalinya rombongan itu meneruka sawah yang disebut sawah satampang baniah. Padi inilah yang kemudian menyebar ke seluruh Minangkabau.

Seperti disebutkan Soeardi Idris dalam buku Nagari Sungai Tarab – Salapan Batua, di perkampungan Labuhan si Tambago itu tumbuh pula sepohon galundi. Uratnya tidak mencekam tanah, melainkan memeluk sebuah batu besar seakan-akan orang bersila. Gelundi itulah yang kemudian disebut Galundi Nan Baselo.

Lambat laun penduduk makin bertambah juga, maka sebagian di antaranya pindah membuat perkampungan di daerah baru yang bernama Guguak Ampang. Perkembangan selanjutnya mereka memperluas daerah permukiman.
Tambo alam Minangkabau kembali mengisyaratkan cerita. Suatu ketika, dari Guguak Ampang berbondong-bondonglah orang mengejar seekor rusa bertanduk emas. Orang-orang susah sekali menangkap rusa bertuah itu. Akhirnya mereka memeberitahu Suri Maharajo Dirajo tentang keberadaan seekor rusa tadi. Kemudian Maharajo Dirajo, menyarankan supaya rusa itu tak perlu dikejar, tetapi buatkan saja perangkap atau pasang saja jerat dimana ia sering lewat mencari makan.
Akhirnya, rusa itupun terjerat di sebuah kampung. Kabar pun tersiar ke seluruh pelosok, maka ramai-ramailah orang bauruang atau berkumpul ke tempat baru itu. Dinamailah tempat itu paurungan. Suasana riang gembira meliputi wajah masyarakat. Kemudian disepakatilah mengubah nama Pauruangan menjadi pariangan atau tempat orang beriang hati.
Abdul Hamid menjelaskan, bahwa makna yang tersirat dalam bahasa Tambo yang menyebut rusa bertanduk emas itu, artinya adalah seorang laki-laki Bangsawan dari daerah lain, mencoba memasuki Nagari Pariangan yang baru saja dibuat. Kedatangan bangsawan ini diterima sebagai salah seorang sumando oleh Sultan Suri Maharajo Dirajao, setelah mengwainkannya dengan salah seorang perempuan Nagari Pariangan.

Tujuh Suku dalam Nagari Pariangan

Sampai kini Nagari Pariangan dianggap sebagai nagari pertama orang Minangkabau. Terletak dipinggir jalan antara Padangpanjang dan Batusangkar. Sejak dibuat menjadi sebuah nagari, Pariangan mempunyai tujuh suku, yaitu; Koto, Piliang, Pisang, Malayu, Dalimo Panjang, Dalimo Singkek Piliang Laweh dan Sikumbang.
Akan tetapi khusus pesukuan Sikumbang, hanya tinggal tapak perumahannya saja di Pariangan hingga sekarang ini. Sebab, ketika Datuk Pamuncak Alam Sati diutus oleh Bandaro Kayo menjadi Tuan Gadang di Batipuah, seluruh kaum pesukuan Sikumbang yang ada di Pariangan turut serta mengikuti penghulu pucuk mereka. Read the rest of this entry »
Diposkan oleh RADAR JAMBI di 08:56:00 0 komentar

Tidak ada komentar: