INDONESIA GLOBAL
Sabtu, 29 Januari 2011 | 16:48 WIB
Reuters Kantor KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan
Penahanan 19 politisi yang tersangkut kasus suap dalam pemilihan Dewan Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Miranda Goeltom dinilai bukan sebuah prestasi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edi mengatakan, KPK hanya mengerjakan hal yang biasa-biasa saja.
"Ini kan cuma penanganan dari pengaduan saja. KPK hanya mengerjakan business as usual," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (29/1/2011).
Politisi PAN ini mengatakan, ada tiga alasan yang membuatnya mengatakan bahwa tindakan KPK kali ini biasa-biasa saja. Pertama, Tjatur mengaku menangkap kejanggalan besar. Pasalnya, KPK hanya menangkap pihak yang disuap, sedangkan pelaku penyuapan tidak kunjung diungkap.
Alasan kedua, menurutnya, dari sisi teknis, tak ada sulitnya mengusut suatu kasus yang berdasarkan pengaduan. Ketiga, tidak ada kerugian negara yang diselamatkan dari kasus ini.
"Tidak ada kerugian negara yang signifikan, di mana aset negara diselamatkan," katanya.
Menurut Tjatur, tindakan KPK bisa dikatakan sebagai prestasi apabila KPK berhasil menemukan dan menindak para koruptor yang telah merugikan keuangan negara triliunan rupiah serta membawa pulang harta kekayaan dan aset yang bersangkutan di luar negeri.
"Sekali lagi, ini business as usual saja, daripada enggak ada kerjaan," tandasnya.
KPK harus fokus
Ke depan, Tjatur mengharapkan KPK bisa fokus pada tugasnya untuk menjerat koruptor dan mengembalikan kerugian negara. Khusus dalam kasus suap DGS Bank Indonesia Miranda Goeltom, Tjatur mengatakan, KPK harus menanganinya sampai tuntas.
"Kalau hilirnya sudah ditangani, hulunya harus. Ini wajib. Kalau enggak, ibarat perkawinan, ini bertepuk sebelah tangan," ujarnya.
Komisi III DPR RI juga mendorong KPK fokus membuat roadmap yang berisi rencana pekerjaan KPK secara detail untuk menyelamatkan keuangan negara dalam jumlah besar dan berdampak luas. Untuk kasus menengah dan kecil, KPK bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
Menurutnya, kasus-kasus yang harus diprioritaskan KPK adalah kasus-kasus yang terindikasi merugikan negara dalam jumlah besar, seperti terkait pajak dan sumber daya alam. Tjatur mencontohkan kasus Gayus Tambunan dan kasus-kasus terkait pertambangan dan cost recovery minyak dan gas.
"KPK harus bisa. KPK memang dibuat untuk (tangani kasus) yang susah-susah. Kalau gampang-gampang, ya kasih polsek-lah," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar