Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: ANAK-ANAK JADI ''CANDU'' ORANG TUA

Senin, 17 Januari 2011

ANAK-ANAK JADI ''CANDU'' ORANG TUA

INDONESIA GLOBAL


Anak-anak Jadi "Candu" Orangtua?
Senin, 17 Januari 2011 | 16:35 WIB
Kecanduan lebih sering dikaitkan dengan perilaku negatif yang tidak perlu ditiru. Bagaimana tidak, orang yang kecanduan biasanya rela melakukan apa saja demi memuaskan hasratnya, bisa pada obat, alkohol, judi, belanja, atau seks.

Belakangan, para ilmuwan menemukan bahwa mekanisme yang terjadi di otak yang menyebabkan perilaku adiksi itu ternyata juga menghasilkan perilaku yang positif, misalnya kasih sayang orangtua pada anak atau kedekatan emosional antar pasangan.

Shankar Vedantam, seorang peneliti mengatakan di balik mekanisme neurologi kecanduan, yakni perilaku irasional dan merusak diri, pada dasarnya adalah mekanisme di bagian otak dalam yang diciptakan oleh seleksi alamiah yang membuat kita mencari dan menikmati, sebuah sikap yang juga ditemukan pada orang yang menjadi orangtua.

Bukankah mencintai satu sama lain tidak selalu mudah dan terkadang menyakitkan? Termasuk juga ketika mengasuh anak dan menjadi orangtua, kesenangan yang timbul mungkin sebanyak rasa sakit atau stres yang dirasakan. Itu sebabnya muncul pertanyaan apakah menjadi orangtua juga sebuah candu?

Bukti-bukti ilmiah yang mengaitkan bagian adiksi di otak dengan sikap pengasuhan dan cinta juga kini melimpah ruah. Jaak Panskseep, profesor dari Washington State University bahkan di tahun 1970 sudah menemukan bukti bahwa efek narkoba, seperti morfin, melibatkan bagian otak yang sama seperti halnya cinta dan keintiman.

Penelitian yang dipublikasikan dalam konferensi Society for Neuroscience juga menunjukkan kaitan antara bagian otak yang mengatur kesenangan juga terlibat dalam perilaku romantis, pengasuhan dan perilaku seorang ibu.

Dalam studi terbaru ini para ilmuwan melatih tikus betina untuk mempersepsikan kokain dengan aroma pepermint. Yang menarik, bagian otak tikus itu memberi respon berbeda pada kedua aroma itu ketika tikus itu menjadi ibu.

Ketika si tikus betina itu dijauhkan dari anaknya, bagian otak yang berkaitan dengan perilaku nagih (craving) menjadi aktif ketika mereka mencium aroma mint. Namun ketika anak mereka didekatkan, bagian otak itu tidak aktif. Para ilmuwan mengindikasikan kehadiran anak-anak itu memengaruhi bagian otak yang mengatur sistem "reward" (ganjaran). Ketika sistem reward ini teraktivasi, tubuh akan mengeluarkan hormon dopamin yang memicu rasa kesenangan.

Meski belum disimpulkan, namun para ahli mengatakan sistem saraf ini bertujuan untuk pertahanan dan kelangsungan reproduksi. Dengan kata lain, evolusi bagian adiksi pada otak mungkin tidak dimaksudkan untuk menjadi junkie, tetapi agar seseorang tetap gigih dalam kasih sayang dan pengasuhan. Siapa bilang menjadi orangtua itu mudah?

Tidak ada komentar: