Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: RUMAH MURAH : DANA MUBAZIR CAPAI TRILIUNAN RUPIAH

Rabu, 02 Maret 2011

RUMAH MURAH : DANA MUBAZIR CAPAI TRILIUNAN RUPIAH


INDONESIA GLOBAL

PERUMAHAN RAKYAT
Dana Mubazir Capai Triliunan Rupiah

Jakarta, Kompas - Rumah susun hunian sewa di wilayah DKI Jakarta tahun 2004- 2010 yang belum dihuni tercatat 4.068 unit. Berdasarkan data Kementerian Perumahan Rakyat, rumah tersebut terdiri atas 41 twinblock atau 82 menara.

Apabila rumah-rumah susun itu dibiarkan telantar, berarti dana yang tidak termanfaatkan atau mubazir bisa mencapai triliunan rupiah.

Pengamat properti Ali Hanafiah, Senin (28/2), mengatakan, kerugian akibat telantarnya rumah susun sewa bisa dihitung dari biaya pembangunan. Jika pembangunan per blok mencapai Rp 17 miliar, diperkirakan uang yang mubazir mencapai Rp 1,394 triliun. ”Belum lagi biaya imateriil dan sosial, seperti hak-hak pengelola atau dampak akibat tidak tertampungnya tenaga kerja,” ujar Ali.

Kerugian bisa pula dihitung dari biaya sewa yang seharusnya bisa didapatkan seandainya ditempati. Biaya sewa per unit rumah susun sewa itu rata-rata Rp 300.000 per bulan. Jika yang belum dihuni 4.086 unit, berarti uang melayang Rp 1,225 miliar per bulan atau Rp 14,709 miliar per tahun. Padahal, rumah susun tersebut sudah telantar selama 2-5 tahun.

Buruknya perencanaan

Adanya ribuan rumah susun yang telantar, menurut Ali, berawal dari ketidakjelasan perencanaan dan penanggung jawab. ”Tidak ada perencanaan yang jelas karena sistem anggarannya. Tidak ada master plan tentang pembangunan rusunawa. Tidak ada kesinambungan dan koordinasi,” katanya.

Secara terpisah, mantan Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Teguh Satria mengatakan, mangkraknya rumah susun sewa berawal dari tidak jelasnya sasaran. ”Kalau pengembang, membangun proyek itu memastikan dulu dengan jelas pembeli. Bedanya dengan rusunawa, proyek itu dibuat karena ada anggarannya dulu, lalu dibangun, tidak jelas orientasi calon penghuninya,” ujarnya.

Kalaupun kemungkinan calon penghuni ada, rumah susun sewa dibangun di tempat yang tidak disukai pasar sasaran. ”Mungkin orang yang butuh rusun itu ada, tapi tak ada sinkronisasi dana yang dikucurkan untuk pembangunan rusun dengan dana untuk air, listrik, dan infrastruktur. Akibatnya, rusun terbangun, tetapi air dan listrik belum masuk atau aksesnya jauh dari mana-mana,” kata Teguh.

Teguh mengusulkan agar sasaran rumah susun yang telantar itu dialihkan, misalnya untuk tentara, polisi, atau pensiunan, daripada dibiarkan telantar.

”Mereka bisa mengambil dari anggaran TNI/Polri untuk menambah sarana olahraga atau sarana lain yang diperlukan,” ujarnya.

Jakarta perlu direformasi

Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa mengakui masih semrawutnya persoalan rumah susun, khususnya di Jakarta. Karena itu, ketika menjabat menteri, yang pertama dilakukannya adalah melakukan pendataan. Sebab, ada rumah susun yang menjadi program kementerian Perumahan Rakyat (Kempera), Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Rusun 2004-2010 program Kempera sebanyak 19 twinblock (1.519 unit), yang belum dihuni 6 twinblock (608 unit). Program Kementerian PU ada 20 twinblock (1.959 unit), yang belum dihuni 19 twinblock (1.860 unit). Adapun Pemprov DKI membangun 48 twinblock (4.783 unit), yang belum dihuni 16 twin block (1.600 unit).

Menurut Suharso, Jakarta memang perlu direformasi. ”Saya khawatir Jakarta ini akhirnya hanya ramah pada orang yang mampu bayar,” tuturnya.

Perubahan strategi mendasar perlu segera diambil Gubernur DKI Jakarta sebagai orang yang paling bertanggung jawab pada perumahan di DKI.

Suharso menganggap peran Gubernur DKI sangat sentral. Dia pun mengutip pidato Bung Karno saat melantik Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI, 28 April 1966. ”Saat itu Bung Karno memilih Ali Sadikin karena Ali Sadikin dianggap orang yang keras, koppigheid. Jakarta perlu orang seperti itu,” paparnya.

Terkait dengan program masyarakat miskin, Kempera sudah membuat program Aladin (Atapisasi, Lantainisasi, Dindingisasi), dilanjutkan sertifikasi. Pembangunan rumah susun pun dibuat untuk memberi stimulus kepada daerah. Namun, banyak daerah tidak merespons.

Untuk masyarakat berpenghasilan maksimal Rp 4,5 juta dan belum memiliki rumah, pihaknya sudah menyediakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan dengan bunga tetap 8,1-9,6 persen per tahun selama 15 tahun.

”Saat ini sudah 46.000 pemohon. Sampai akhir 2011 ditargetkan 210.000 pemohon,” ujarnya.

Tidak ada komentar: