Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: PEPESAN KOSONG: SALAH MUTLAK FOKE SEBAGAI GUBERNUR DKI

Rabu, 23 Februari 2011

PEPESAN KOSONG: SALAH MUTLAK FOKE SEBAGAI GUBERNUR DKI

INDONESIA GLOBAL
i
h Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.Proyek "Pepesan Kosong" Jakarta, Salah Siapa?
Persoalan infrastruktur tak lepas dari otoritas pemerintah pusat dan daerah.
Rabu, 23 Februari 2011, 00:09 WIB

Tiang monorel yang terbengkalai di Jalan Rasuna Said, Jakarta.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk pertama kalinya menyentil dengan keras soal ketidakberesan pembangunan infrastruktur, terutama di Jakarta.

Presiden menyesali bahwa pembangunan yang dilaksanakan tak sesuai rencana. Banyak sekali komitmen yang telah dijanjikan, baik dari kementerian ataupun swasta, namun dalam pelaksanaannya tidak berjalan. SBY mencontohkan banyaknya pembangunan infrastruktur di provinsi DKI Jakarta yang mangkrak dan tak jelas ujungnya.

"Saya kenyang dengan banyak sekali komitmen, seperti membangun infrastruktur di DKI," kata Presiden saat memimpin Rapat Kerja Pemerintah dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 21 Februari 2011. "Semuanya pepesan kosong."

Lambannya pemerintah menyelesaikan pembangunan infrastruktur juga sudah banyak dikeluhkan para pengusaha. Pengusaha Sofjan Wanandi misalnya, menyatakan pemerintah sudah terlalu banyak menebar janji namun tidak ada yang ditepati. "Janji membangun infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan. Mana hasilnya sampai saat ini infrastruktur ya segitu-segitu saja."

***

Meski terang-terangan disebut DKI Jakarta, Gubernur Fauzi Bowo, yang saat kampanye mengklaim sebagai ahlinya Jakarta, justru tak merasa kritik itu diarahkan kepadanya. "Presiden tidak menyebut Pemda DKI, tapi Jakarta," kata Fauzi Bowo di sela Rapat Kerja Kabinet dengan Gubernur di Istana Bogor, Selasa, 22 Februari 2011.

Karena tak menyebut nama Pemda DKI Jakarta itulah, Foke, panggilan akrab Fauzi, tak merasa disentil. Mandeknya sejumlah proyek infrastruktur Ibukota merupakan kesalahan bersama.

Namun, Foke mengaku mangkraknya sejumlah proyek infrastruktur karena kesalahan memilih investor. Selama ini, banyak komitmen investasi yang kemudian tidak ditindaklanjuti. "Karena itu kami akan lebih selektif," katanya.

Beberapa proyek-proyek infrastruktur Jakarta yang lama tak ditindaklanjuti antara lain sebagai berikut:

Pertama, Jalan Tol Bekasi - Cawang - Kampung Melayu (Becakayu) di Jakarta Timur. Tiang-tiang tol sepanjang Kali Malang masih saja mangkrak dimakan lumut. Foke mengakui itu salah satu contoh proyek mangkrak yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan investor.

Kedua, Proyek Monorel juga bernasib mirip. Tiang-tiangnya sampai kini masih nganggur di sepanjang Jalan Rasuna Said dan Senayan. Proyek yang lama tertunda ini juga karena salah memilih investor. "Ini terkait pihak swasta yang ternyata tidak bisa memenuhi kewajiban," ujarnya.

Proyek ini semula diperkirakan menelan anggaran Rp5,4 triliun. Namun, tahun ini, pemerintah berencana akan membereskan soal pendanaan, sekaligus memulai tender pembangunan.

Monorel akan dibangun dalam dua jalur yaitu green line dan blue line. Jalur green line membentang sepanjang 14,2 km melintasi Semangi-Kuningan-Semanggi yang membutuhkan biaya sedikitnya US$350 juta atau sekitar Rp3,1 triliun.

Adapun jalur blue line sepanjang 12,2 km melintasi Kampung Melayu-Casablanca-Tanah Abang-Roxy. Jalur ini diperkirakan menelan biaya US$250 juta atau Rp2,2 triliun.

Walau demikian, Foke membantah ada keterlambatan dalam proyek Mass Rapid Transit (MRT). "Kalau ada yang tanyakan kenapa MRT lambat, ini berjalan sesuai schedule. Tidak ada keterlambatan. Bisa dilihat di website," tutur dia.

MRT merupakan salah satu proyek prestisius transportasi yang akan meliputi 13 stasiun perhentian, dengan nilai investasi sekitar Rp11 triliun.

Tujuh stasiun berada di permukaan tanah yakni Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, H. Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sisanya, di bawah tanah (subway) terletak di Masjid Al-Azhar, Istora Senayan, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.

Pembangunan jaringan MRT ini terbagi dalam dua koridor. Koridor I merupakan jalur Utara-Selatan, terbentang mulai dari Lebak Bulus hingga Kampung Bandan. Adapun Koridor II merupakan jalur Timur-Barat, terbentang dari Cikarang hingga Balaraja.

Foke beralasan, mampetnya program pembangunan di Jakarta juga disebabkan minimnya anggaran. Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI harus mengandalkan investasi dan pengelolaan swasta dalam sejumlah program pembangunan.

***

Selasa 22 Februari, Presiden kembali menegaskan masalah tersebut.
SBY meminta komitmen investasi sejumlah proyek yang tak berjalan segera dibatalkan. Pemprov DKI diminta mencari investor baru yang benar-benar sanggup, bertanggung jawab, dan kredibel menangani proyek Jakarta.

Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna, mengatakan bahwa carut-marut proyek transportasi Jakarta terjadi lantaran pemerintah daerah lebih banyak membuat wacana publik, tanpa mengimbangi implementasi yang baik. "Rencananya banyak, realisasinya sedikit," katanya, saat berbincang dengan VIVAnews.com.

Ia mencontohkan pembangunan jalan tol yang terhambat. Semua itu disebabkan tidak adanya keberanian pemerintah mengambil keputusan. Dalam pembebasan lahan, kata Yayat, semua saling tunggu. Tak ada yang berani bertindak.

Persoalan infrastruktur tak lepas dari otoritas pemerintah pusat dan daerah. Dalam kasus Jakarta, seolah tak ada titik temu di antara mereka. Pesan otoritas pusat tak sampai pada pemerintah daerah.

"Seharusnya Presiden menunjuk siapa yang bertanggung jawab di tiap bidangnya," katanya.


Foke: Pepesan Kosong SBY Bukan Untuk Saya
"Presiden tidak menyebut Pemda DKI, tapi Jakarta."
Selasa, 22 Februari 2011, 11:44 WIB

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pedas mengritik program pembangunan yang berjalan tak sesuai perencanaan. Yang tajam disorot adalah pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta yang hingga kini masih mampet. Kata SBY, semuanya "pepesan kosong".

Meski terang-terangan disebut DKI Jakarta, Gubernur Fauzi Bowo tak merasa kritik itu diarahkan pada dia dan jajarannya. "Presiden tidak menyebut Pemda DKI, tapi Jakarta," kata Fauzi Bowo di sela Rapat Kerja Kabinet dengan Gubernur di Istana Bogor, 22 Februari 2011. "Saya tidak merasa teguran diarahkan kepada saya semata-mata, tapi kami semua," tambah gubernur yang akrab dipanggil Foke itu.

Teguran Presiden ini, menurut Foke, membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan lebih selektif memilih investor. Foke mengakui selama ini ada banyak komitmen investasi di Jakarta yang tidak ditindaklanjuti.

Foke mencontohkan proyek tol Becakayu (Bekasi - Cawang - Kampung Melayu) di Jakarta Timur yang hingga kini tidak berjalan. "Itu salah satu contoh proyek yang tidak berlanjut, berkaitan dengan reliability (tingkat kepercayaan) investor," ucap Foke.

Foke juga mengakui program monorel di Jakarta yang mangkrak akibat salah memilih pengelola. "Ini terkendala karena kemampuan pihak swasta yang ternyata tidak bisa memenuhi kewajibannya," ucapnya.

Walau demikian, Foke membantah ada keterlambatan dalam program Mass Rapid Transportation. "Kalau ada yang tanyakan kenapa MRT lambat, ini berjalan sesuai schedule. Tidak ada keterlambatan. Bisa dilihat di website," tutur dia.

Foke beralasan, mampetnya program pembangunan di Jakarta juga disebabkan minimnya anggaran. Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengandalkan investasi dan pengelolaan swasta dalam sejumlah program pembangunan.

"Kita memang memerlukan investasi non pemerintah dalam jumlah
sangat besar. Kita tahu kontribusi APBN untuk APBD tidak lebih dari 15 persen. Jadi, 85 persen lebih tergantung pada non pemerintah," Foke berupaya menjelaskan.


Kenapa Jakarta Bak Pepesan Kosong Buat SBY?
"Rencana sudah terlalu banyak dibuat tetapi yang terealisasi sedikit.
Selasa, 22 Februari 2011, 06:32 WIB

Presiden SBY dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pedas mengritik pembangunan di DKI Jakarta yang disebutnya "bak pepesan kosong." Ia melihat pembangunan infrastruktur mampet di sejumlah titik di Ibukota--yang kini yang kini dipimpin Fauzi Bowo, gubernur yang di masa kampanye mengklaim merupakan "ahlinya Jakarta".

Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna, mengatakan bahwa carut-marut itu terjadi lantaran pemerintah daerah lebih banyak membuat wacana publik tanpa diimbangi implementasi yang baik.

"Rencana sudah terlalu banyak dibuat, terlalu banyak program, tapi yang terealisasikan hanya sedikit, infrastrukturnya justru terlambat," katanya saat berbincang dengan VIVAnews.

Ia mencontohkan pembangunan jalan tol yang terhambat. Semua itu disebabkan oleh tidak adanya keberanian untuk mengambil keputusan dan berbagai kepentingan yang ada di belakangnya. "Pemerintah nggak mau bergerak karena persoalan pembebasan tanah, semua saling tunggu menunggu. Tidak ada yang berani bertindak," ujarnya.

Persoalan infrastruktur itu tak lepas dari otoritas pemerintah pusat dan daerah yang seolah tak ada titik temunya. Pesan otoritas pusat, menurutnya, tidak sampai pada pemerintah daerah.

"Kalau mandek, seakan-akan perintah Presiden sudah tidak didengarkan lagi. Berarti ada yang tidak berjalan sistemnya, seharusnya Presiden menunjuk siapa yang bertanggung jawab di tiap bidangnya, cek departemen yang bersangkutan. Tunjuk juga yang kerjanya tidak optimal dan segera ganti," kata dia.

Di Jakarta contohnya, kemacetan, banjir, dan pemenuhan kebutuhan perumahan menjadi permasalahan utama yang harus diperhatikan agar infrastruktur bisa berjalan cepat dan tepat.

"Seperti proyek jalan layang Casablanca yang baru sekarang terealisasikan, ini sudah terlambat sekali. Kalau untuk kepentingan masyarakat seharusnya Presiden jangan ragu-ragu. Bukan Presiden saja yang bosan, rakyat juga bosan kalau semuanya tidak jelas," ujar Yayat.

Dalam rapat kerja bersama sejumlah menteri, gubernur, dan pejabat daerah lainnya, Presiden mengatakan, "Saya kenyang dengan banyak sekali komitmen, seperti membangun infrastruktur di DKI. Semuanya pepesan kosong. Transportasi tidak jalan," kata Presiden dengan nada kesal.

Presiden khawatir kekacauan di DKI Jakarta juga terjadi di daerah lain. Karenanya, SBY minta supaya dibuat masterplan yang detail. "Di atas kertas sesuai dengan jumlah yang pasti. Baik isi, siapa yang akan melakukan apa, dengan sasaran seperti apa," katanya.

Ini Jalur Alternatif Hindari Macet di Blok M
Pemprov DKI Jakarta menyiapkan empat jalur alternatif untuk mengantisipasi kemacetan.


Macet di Jakarta

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan empat jalur alternatif mengantisipasi kemacetan akibat proyek pembangunan jalan layang non-tol yang menghubungkan Jalan Antasari-Blok M.

Kepala Dinas PU DKI Jakarta, Ery Basworo menuturkan, setidaknya ada empat jalur alternatif yang disiapkan. Pertama, Jalan Cipete Raya-Jalan Fatmawati-Jalan Panglima Polim-Jalan Melawai-Jalan Tirtayasa.

Kedua, pengendara juga bisa melewati Jalan Puri Mutiara-Jalan Benda-Jalan Kemang Raya-Jalan Bangka. Ketiga, Jalan Puri Mutiara-Jalan Benda-Jalan Kemang Raya-Jalan Prapanca 1-Jalan Panglima Polim 9-Jalan Panglima Polim Raya. Atau alternatif terakhir, bisa juga lewat Jalan Cipete Raya-Jalan H Junaidi-Jalan Damai-Jalan Panglima Polim 9-Jalan Panglima Polim Raya.

Dia menuturkan, empat jalur alternatif yang disediakan ditujukan mengurangi volume kendaraan menuju Blok M. Tentunya, pengendara yang biasa melalui jalan itu dapat menggunakan jalur alternatif. "Kita harapkan adanya jalur alternatif ini mampu mengurangi kemacetan," ujarnya di Jakarta, Sabtu 8 Januari 2011.

Selain itu, agar tak mengganggu pengendara yang melintas, Dinas PU DKI Jakarta juga telah memperhitungkan keadaan di lokasi. Di antaranya mengerjakan pondasi pada pukul 22.00 malam sampai 05.00 pagi, dan pengecoran siang hari dilakukan pada saat kondisi lalu lintas tidak padat.

Setiap Sabtu, Minggu atau hari libur, pekerjaan dilakukan pada siang dan malam hari. Namun, saat siang hari tetap tersedia dua jalur kendaraan. Pengerjaan jalan layang non tol Antasari-Blok M, tambahnya, rencananya akan rampung pada Agustus 2012 mendatang.

Ery juga meminta agar masyarakat maklum jika tetap terjadi kemacetan. Rencananya, jalan layang non tol ini akan dibangun sepanjang 4.846 meter, dengan lebar 2x8,75 meter atau dua jalur.

Selain jalan layang, pada paket ini juga dilengkapi dengan pembuatan terowongan (underpass) di simpang Jalan Trunojoyo sepanjang 314 meter.

Tidak ada komentar: