INDONESIA GLOBAL
SBY: Saya Kenyang dengan Pepesan Kosong
SBY meminta dibuat masterplan pembangunan yang rinci.
Senin, 21 Februari 2011, 12:36 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di World Economic Forum 2011
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik sejumlah program pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Ini disebabkan banyak program yang tidak disiapkan dengan baik, dari segi perencanaan ataupun regulasi.
Hal ini dikatakan SBY saat memimpin Rapat Kerja Pemerintah dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 21 Februari 2011. Rapat ini membahas khusus tentang Badan Usaha Milik Negara.
SBY mengatakan banyak sekali komitmen yang telah dijanjikan, baik Kementerian ataupun swasta, namun dalam pelaksanaannya tidak berjalan. SBY mencontohkan pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta yang hingga kini masih mampet. Itu juga disinyalir terjadi di beberapa titik.
"Saya kenyang dengan banyak sekali komitmen, seperti membangun infrastruktur di DKI. Semuanya pepesan kosong. Transportasi tidak jalan. Barangkali di daerah juga begitu," kata SBY.
Karena itu SBY meminta dibuat masterplan (rencana) yang detail. "Di atas kertas sesuai dengan jumlah yang pasti. Baik isi, siapa yang akan melakukan apa, dengan sasaran seperti apa," rincinya.
Sedangkan, kepada Badan Usaha Milik Negara, SBY berharap BUMN dapat menjadi pilar dan kontributor utama dalam pembangunan. BUMN diminta menjalankan praktek bisnis secara profesional dan kompetitif.
SBY bahkan menyindir apabila ada BUMN yang masih memiliki pandangan menguasai suatu bisnis, padahal kemampuannya kurang. "Kalau BUMN X mau mengembangkan ekonomi A mampunya hanya 70 persen, ya segitu yang diberikan. 30 persen diberikan untuk swasta," kata SBY.
Hal ini, menurut SBY, perlu dilakukan BUMN sehingga pembangunan berjalan lancar dan tidak terkunci ketidakmampuan BUMN menyelesaikan programnya. "Saudara (BUMN) punya kemampuan. Boleh kerja sama, jangan menolak untuk menyelesaikan 100 persen yang diharapkan rakyat, Pemerintah atau daerah," lanjutnya.
Presiden Diagnosis Lima Penyakit Pemerintah
Ini respons atas sejumlah kritik keras terhadap kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II?
Senin, 21 Februari 2011, 21:34 WIB
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan para pejabat pembantunya mulai dari level menteri hingga gubernur di Istana Bogor, Senin, 21 Februari 2011. Dalam pertemuan ini SBY menyampaikan berbagai kritik pedas untuk jajaran pemerintah pusat dan daerah. Dia bahkan bilang ada lima penyakit pemerintah saat ini.
Penyakit-penyakit itu, menurut diagnosa SBY, telah membuat pembangunan berjalan tidak efektif. Presiden lantas menguraikannya satu-persatu.
Pertama, SBY menyebut soal birokrasi pemerintah pusat yang berjalan lambat dan tidak sesuai perencanaan. "Dalam sidang kabinet diputuskan A. Menteri bilang mengerti A. Tapi, begitu mengalir di kementerian sering terhenti, sebulan tiga bulan tidak ada kabar," kata SBY.
Penyebabnya, bukannya langsung bergerak ke tahap implementasi, pejabat di kementerian masih meributkan program yang telah diputuskan itu. "Seharusnya mereka sadar, top decision maker itu Presiden, policy maker itu menteri. Sekali kita putuskan, jangan lagi ada diskusi kemudian tidak mengalir. Rugi kita," Presiden menegaskan.
Penyakit kedua, pemerintah daerah dinilai Presiden kerap menghambat program yang sudah diputuskan pemerintah pusat. Ada sejumlah program yang tidak berjalan karena bupati dan walikota tidak setuju. "Saya baru dilapori belakangan. Kalau ada alasan masuk akal, boleh. Tapi, kalau tidak, padahal itu investasi yang bisa mengurangi pengangguran dan menggerakkan ekonomi lokal," kritik SBY.
Yang ketiga adalah soal investor yang sering ingkar janji. Ini mengakibatkan banyak program seperti jalan tol hingga perkebunan tidak berjalan. "Terkunci, sehingga rakyat kita tidak dapat apa-apa."
Keempat, masih ada banyak regulasi yang menghambat. Menurut Presiden, sebetulnya peraturan-peraturan itu bisa dengan mudah dikoreksi, karena toh belum di level undang-undang atau UUD 1945 yang memiliki mekanisme sendiri untuk merevisinya.
Kelima, SBY menunjuk faktor kepentingan politik yang tidak sehat, baik di pemerintah pusat ataupun daerah. "Politik harus membawa solusi, tak boleh diartikan untuk kepentingan sempit, untuk mengunci segalanya. Karena yang tidak dapat apa-apa adalah rakyat kita."
Pepesan kosong
SBY pun menyoroti persoalan Ibukota Jakarta. Pembangunan infrastruktur mampet di sejumlah titik. "Saya kenyang dengan banyak sekali komitmen, seperti membangun infrastruktur di DKI. Semuanya pepesan kosong. Transportasi tidak jalan," kata Presiden dengan nada kesal. "Barangkali di daerah juga begitu."
Karena itu, Presiden minta supaya dibuat master plan yang detail. "Di atas kertas sesuai dengan jumlah yang pasti. Baik isi, siapa yang akan melakukan apa, dengan sasaran seperti apa," katanya.
Tak cuma pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara (BUMN) juga kena semprot Presiden. Awalnya, SBY menyatakan bahwa BUMN bisa menjadi pilar dan kontributor utama dalam pembangunan. Presiden lalu menyoroti BUMN yang masih berambisi memonopoli suatu wilayah, padahal kemampuannya terbukti tak memadai. "Kalau BUMN X mau mengembangkan ekonomi A tapi mampunya hanya 70 persen, ya sebegitu yang diberikan. Yang 30 persen diberikan untuk swasta," kata SBY.
Hal ini, menurut Presiden, perlu dilakukan BUMN sehingga pembangunan berjalan lancar dan tidak terganjal faktor ketidakmampuan BUMN menyelesaikan program.
Hujan kritik
Otokritik Presiden ini tak pelak seperti merupakan respons terhadap sejumlah kritik keras terhadap kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II, yang sebelumnya diutarakan berbagai kelompok masyarakat. Kritik dengan gaung paling kencang adalah yang disuarakan tokoh-tokoh lintas agama, seperti: Mantan Ketua Umum PP Muhamaddiyah Syafi'i Ma'arif, tokoh Nahdlatul Ulama KH Salahuddin Wahid, rohaniawan Katolik Franz Magnis-Suseno, dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Andreas A. Yewangoe.
Dalam pernyataan sikapnya, tokoh-tokoh agama itu bahkan secara telak menyatakan pemerintahan SBY telah "berbohong." Mereka menghimpun 18 kebohongan pemerintah selama ini. Itu mulai dari soal angka kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, anggaran pendidikan, hingga soal kebebasan beragama dan gelombang aksi kekerasan mengatasnamakan agama.
Untuk mengklarifikasi tudingan telah berbohong itu, Presiden lalu secara khusus mengundang para tokoh agama tersebut ke Istana Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar