INDONESIA GLOBAL
Bahasyim Divonis Sepuluh Tahun Penjara
Jakarta - Bahasyim Assifie dijatuhi vonis sepuluh tahun penjara oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/2). Bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu dinyatakan hakim terbukti melakukan pencucian uang dan korupsi senilai Rp 64 miliar dan pemerasan Rp 1 miliar ke seorang wajib pajak.
"Menghukum terdakwa Bahasyim Assifie dengan pidana penjara sepuluh tahun dikurangi masa tahanan. Dan menghukum terdakwa dengan pidana denda Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Didik Setyo Handono.
Didik mengatakan hal yang memberatkan putusan adalah terdakwa telah menikmati hasil perbuatan. Adapun hal yang meringankan, Bahasyim sopan selama di persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya, sakit ginjal dan jantung, punya tanggungan keluarga, pernah mengabdi pada negara, dan pernah dapat piagam dari Presiden.
Dakwaan pertama primer dinyatakan hakim tidak terbukti dilakukan Bahasyim. Hakim menilai Bahasyim yang pada 2005 menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh, tidak menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai PNS Ditjen Pajak dari wajib pajak bernama Kartini Mulyadi.
Adapun dakwaan pertama subsider teringan dinyatakan hakim terbukti. Menurut hakim, Bahasyim sebagai PNS terbukti menerima suap Rp 1 miliar dari Kartini. Suap itu diberikan agar Bahasyim melakukan perbuatan dengan memanfaatkan kewenangannya sebagai PNS. "Unsur pemberian yang berkaitan dengan jabatan atau kewenangan terpenuhi," kata Didik.
Pada 30 September lalu, jaksa menjerat Bahasyim dengan dua dakwaan. Pertama, Bahasyim didakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh. Ia diduga meminta duit Rp 1 miliar ke wajib pajak bernama Kartini Mulyadi, salah satu Komisaris PT Tempo Scan.
Dalam dakwaan primer, yang dikenakan jaksa adalah pasal pemerasan, yakni pasal 12 huruf a Undang-Undang Anti Korupsi No. 20 tahun 2001. Sedangkan dalam dakwaan pertama subsider, jaksa menjerat Bahasyim dengan pasal suap, yakni pasal 11 UU No.20 tahun 2001 tentang Tipikor.
Kemudian dalam dakwaan kedua, Bahasyim disebut sengaja melakukan pencucian uang dengan modus memindah-mindahkan harta Rp 64 miliarnya ke dalam beberapa rekening miliknya, istri, dan anak-anaknya. Uang itu diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahasyim.
Dalam dakwaan keduanya, jaksa menjerat Bahasyim dengan UU Pencucian Uang No. 25 tahun 2003. Bahasyim dikenakan pasal 3 huruf a Undang-Undang Pencucian Uang No. 25 tahun 2003, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima belas tahun.
Dalam dakwaan jaksa menyebutkan ada transaksi penyetoran duit mencurigakan senilai Rp 885 miliar di rekening istri Bahasyim, Sri Purwanti. Selain itu, Bahasyim diduga mengalihkan duitnya ke empat rekening dua putrinya, Winda Arum Hapsari dan Riandini Resanti. Dalam dua rekening Winda, ada transaksi Rp 284 miliar dan Rp 366 miliar dalam kurun 2005-2010. Sedangkan pada dua rekening Riandini, jaksa menemukan transaksi setor Rp 5 miliar.
Namun, dalam berbagai persidangan, Bahasyim mengelak berharta sedemikian besar. Ia berdalih, duit itu dikumpulkannya sejak 1972 dari berbagai bisnis. Bahasyim sempat bekerja di Dirjen Pajak selama tiga puluh tahun, sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Ia terseret ke meja hijau setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan keluarganya berduit ratusan miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar