TELANAIPURA - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Sumpah Pemuda 28 Oktober, yang di dalamnya tergabung PMII, IMTAJBAR, IMMJ, IPMR, HIMASTE, BEM IAIN Jambi, BEM FKIP Unja, BEM Peternakan Unja dan BEM Pertanian Unja, berunjuk rasa ke kantor DPRD Provinsi Jambi, kemarin (28/10), sekitar pukul 09.00.
Dengan berjalan kaki dari kampus IAIN menuju gedung DPRD Provinsi Jambi, sambil mengusung aneka poster dan spanduk, mahasiswa berorasi dan meneriakkan yel-yel SBY turun dari jabatannya.
Namun, aksi damai itu berubah menjadi ricuh, saat mahasiswa melakukan aksi bakar ban di perempatan Bank Indonesia sebagai bentuk protes. Kericuhan dipicu saat polisi mencoba memadamkan api dari ban bekas yang dibakar pengunjuk rasa. Akibat kericuhan itu, satu orang mahasiswa yang melindungi ban yang dibakar dan akan dirampas polisi, ditangkap.
Ketegangan pun berlanjut. Melihat rekannya ditangkap polisi, mahasiswa naik darah. Baku hantam mahasiswa dan polisi tak dapat dihindari. Adu baku hantam berlangsung selama 15 menit.
Bentrokan lebih luas dapat diredam setelah kedua pihak menahan diri. Polisi akhirnya membiarkan para mahasiswa melanjutkan aksinya. Mahasiswa yang ditangkap, kemudian dilepas. “Polisi tidak ada gunanya. Polisi antek kapitalis,” teriak para pengunjuk rasa.
Sementara, pihak kepolisian mengaku tidak menangkap satu mahasiwa tersebut. Hanya diamankan saja. “Tidak kita tangkap, cuma diamankan saja. Dia langsung kita lepas saat itu juga,” ujar Kanit Reskrim Polsekta Telanaipura Ipda Arif Nazaruddin. Mahasiswa melanjutkan aksi ke Gedung DPRD Provinsi Jambi.
“Kami tidak akan menggelar aksi anarkis. Kami tidak akan berbuat apa-apa, kami hanya ingin menyuarakan aspirasi kami di gedung kami sendiri, gedung perwakilan rakyat,” kata Awang Azhari, Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif Mahasiswa (Sekjen BEM) IAIN.
Di gedung dewan, Telanaipura, aksi mahasiswa telah lebih dulu digelar. BEM IAIN mengawali. Awang Azhari, koordinator aksi menyatakan kecewa terhadap anggota polisi yang memblokade gerbang pagar kompleks perkantoran Gubernur Jambi itu. Menurut Awang, hal semacam itu tidak perlu dilakukan. Mengingat, mereka datang menyambangi gedung dewan yang notabene adalah tempat wakil rakyat.
Mereka menginginkan agar ketua DPRD turun menemui mereka. Massa bahkan mengaku tidak ingin ditemui atau disambut oleh anggota dewan. Tetapi langsung oleh ketua DPRD.
Karena dewan tidak memenuhi, akhirnya mereka memaksa meminta absensi kehadiran dewan hari itu, Kamis (28/10). Mereka ingin melihat berapa persen jumlah dewan yang hadir. Hal tersebut menurut Awang untuk meilhat kondisi yang sebenarnya di kantor dewan.
“Jangan sampai mereka pelesiran keluar. Mereka harus konsekuen dengan niat awal mereka untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” sebut Awang.
Namun, lagi-lagi permintaan massa tidak dipenuhi dewan. Menurut Asril, anggota Komisi I, permintaan mereka tidak mungkin dipenuhi karena masalah absensi adalah masalah internal dewan.
“Kita tidak bisa memberikan itu. Itu adalah masalah intern. Silakan berorasi, kami hargai dan kami terima dengan terbuka karena memang DPRD adalah tempat untuk menyampaikan aspirasi. Kami bangga terhadap mereka karena itu artinya mereka tanggap terhadap kondisi bangsa dan kritis. Mahasiswa memang idealis,” jelas Asril didampingi Mirza Ansori dan Handayani dari Komisi IV, saat menyambangi massa.
Saat itu, massa menunjukkan kekecewaannya dan mengecam bahwa anggota dewan terlalu banyak beretorika. “Bagi kami, anggota dewan tak lagi terhormat. Dewan sudah kehilangan kehormatan,” kata Ade Putra Wijaya, Presiden BEM IAIN.
Menanggapi hal tersebut, Asril, mewakili 45 anggota dewan yang ada mengaku tidak berkecil hati. “Menjadi anggota dewan memang lebih sering menerima hujatan daripada pujian. Tetapi silakan saja, kita (dewan, red), tidak berkecil hati. Toh, pada saatnya nanti mereka juga akan merasakan hal yang sama ketika mengemban amanah menjadi anggota dewan,” sebut Asril, lagi.
Setelah menggelar aksi di DPRD, massa melanjutkan aksinya di kantor gubernur. Orasi dan kekecewaan tentang pemerintahan SBY-Boediono kembali ditumpahkan. Mereka menuntut agar anggaran 20 persen untuk dunia pendidikan direalisasikan.
Menurut Awang, selama ini banyak anak-anak yang tidak memiliki kesempatan menikmati bangku pendidikan dikarenakan mahalnya biaya pendidikan. “Mana realisasi 20 persen anggaran untuk pendidikan?” seru Awang yang disambut teriakan sepakat massa.
Setelah kurang lebih lima belas menit berorasi, HBA menemui kerumunan massa. Sontak, massa langsung terdiam dan selanjutnya meneriakkan yel-yel yang pernah begitu populer semasa kampanye HBA: “HBA di dadaku”.
HBA terlihat sangat terharu mendengar yel-yel yang diteriakkan oleh massa. Kehadiran HBA didampingi Ketua DPRD Effendi Hatta, membuat massa benar-benar puas. Terlebih setelah HBA memberikan tanggapan terhadap apa yang mereka tuntut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar