Soal Polemik Lahan Hotel Sang Ratu
Saat berkunjung ke Graha Pena Jambi Independent, Jalan Jenderal Sudirman, Nomor 100, Thehok, kemarin (26/10) siang, anggota VI BPK RI Rizal Djalil sempat mengupas polemik penyerobotan lahan pemprov oleh manajemen Hotel Sang Ratu, di Jalan Slamet Riyadi, Broni, Kecamatan Telanaipura.
Menurutnya, jika ada aset daerah dipakai oleh pihak ketiga tanpa persetujuan dewan, sudah tentu bisa dianggap ilegal. Apalagi, aset daerah adalah milik rakyat. Semua pihak berhak mengawasi penggunaannya.
“Khusus aset daerah yang terpakai untuk hotel, pemerintah daerah harus tegas. Dudukkan persoalan secara hukum. Jika tidak, di belakang hari ini pasti akan jadi masalah,” tegas Rizal Djalil, kepada sejumlah wartawan, di lantai 2 Graha Pena Jambi, kemarin.
Yang harus diketahui, katanya, bentuk kerja sama antara Pemprov Jambi dengan pihak rekanan. Jika sudah ada, harus pula diperjelas sistem bagi hasilnya bagi daerah. Setelah itu, barulah lewat persetujuan dewan.
“Semua harus jelas. Kalau tidak begitu, nanti bisa jadi temuan BPK,” tegas Anggota VI BPK RI itu, lagi.
Rizal bahkan sempat mengingatkan bawahannya, yang kebetulan ikut serta ke Graha Pena Jambi kemarin, untuk lebih fokus menyoroti aset daerah milik Pemprov Jambi pada audit tahun mendatang. Terutama, soal penyerobotan lahan oleh pihak rekanan untuk pembuatan Hotel Sang Ratu.
Berkali-kali, Rizal mengingatkan agar pemprov bertindak tegas. Jika pemerintah keberatan dengan penyerobotan lahan itu, sudah semestinya pemerintah memakai jaksa negara untuk menindaklanjutinya ke wilayah hukum. “Kalau di Jambi, jaksa negara itu adalah Kejati,” bebernya.
Sebelum tiba di Graha Pena Jambi, rombongan Ketua BPK RI Rizal Djalil, dihadang unjuk rasa yang digelar oleh beberapa LSM aliansi di gedung DPRD Jambi. Dalam aksinya, massa menuntut agar bangunan Hotel Sang Ratu dibongkar.
Massa berpendapat, hotel yang dibangun di tanah pemprov tersebut, mengandung unsur penyerobotan dan pelanggaran hukum. Aksi unjuk rasa dikawal ketat oleh sejumlah aparat kepolisian untuk menghindari terjadinya perbuatan anarkis.
Menurut salah seorang demonstran, aksi tersebut sengaja dilakukan bertepatan dengan penandatanganan nota kesepakatan (MoU) BPK RI dengan DPRD dan sejumlah kepala daerah kabupaten kota seprovinsi Jambi. “Agar mereka tahu seperti apa kondisi di Jambi,” sebut salah seorang demonstran.
Ketua DPRD Provinsi Jambi Effendi Hatta, malah bertolak belakang dengan Rizal Djalil, terkait polemik lahan Hotel Sang Ratu. Jika Rizal menganggap tindakan manajemen Hotel Sang Ratu itu ilegal, Effendi malah terkesan membela manajemen.
Menurut Effendi, manajemen Hotel Sang Ratu masih di bawah manajemen Hotel Ratu & Resort. Setiap investor, katanya, berhak mendapat perlindungan hukum.
“Adanya hotel tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Lagipula, bila kontrak kerjanya selesai dan tidak diperpanjang, maka aset Hotel Ratu maupun lahan yang digunakan oleh Hotel Sang Ratu akan dikembalikan dan menjadi milik pemda,” jelas Effendi Hatta, santai.
Untuk diketahui, lahan milik pemprov yang terpakai oleh pihak ketiga pemilik Hotel Sang Ratu, seluas 13 x 35 meter. Beberapa waktu lalu, pihak pemprov mengaku sedang mencari solusi atas masalah itu. Tapi, hingga kini solusinya belum juga dibeber ke masyarakat lewat media.
Sementara, kasus dugaan penyerobotan lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi di Jalan Slamet Riyadi, Broni, Kecamatan Telanaipura, sempat berlanjut ke ranah hukum. Pada 18 Agustus 2010 lalu, penyidik intelijen Kejati Jambi meminta keterangan enam orang saksi. Di antaranya, Kepala Biro Keuangan Provinsi Jambi Muhammad, tiga orang dari manajemen Hotel Sang Ratu, dan pejabat di lingkungan Dinas Tata Kota Jambi.
Keenam orang itu dimintai keterangan sejak pagi hingga pukul 12.00. Masing-masing diperiksa di ruang terpisah oleh penyidik intelijen. Informasi yang dirangkum dari kejaksaan kala itu menyebutkan, pemanggilan tersebut baru pertama kali. Sifatnya masih meminta klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait aset daerah tersebut.
Pengusutan kasus itu berdasar laporan masyarakat ke Kejati Jambi terkait kisruh temuan inspeksi mendadak (sidak) dewan terhadap bangunan sebelah Hotel Ratu & Resort Telanaipura. Hasil sidak, ditemukan ada sebagian bangunan berdiri di atas tanah milik pemprov. Pendiriannya, bahkan tanpa seizin pemprov.
Gedung itu belakangan diketahui didirikan oleh Akak, pengusaha keturunan Tionghoa. Rencananya, gedung tersebut bakal dijadikan hotel baru bernama Hotel Sang Ratu.
Terkait pemeriksaan sejumlah orang tersebut, Kasi Penkum Kejati Jambi Andi Ashari tidak membantahnya. Dia mengatakan, pemanggilan bukan untuk diperiksa tetapi hanya melakukan klarifikasi. Menurut Andi, pemanggilan tersebut belum masuk dalam penyelidikan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kelanjutan penyelidikan kasus dugaan penyorobotan lahan tersebut di Kejaksaan Tinggi Jambi. Terakhir, diketahui kasus tersebut dikembalikan Kejati ke DPRD Provinsi Jambi untuk dicarikan solusinya.
Daya Serap Infrastruktur Rendah
Anggota BPK RI Rizal Djalil, sempat pula menyebut bahwa daya serap infrastruktur Provinsi Jambi hanya sekitar 30-40 persen. Fakta tersebut disampaikannya usai menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan (MoU) mekanisme tentang penyampaian laporan BPK kepada DPRD dengan sejumlah kepala daerah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi, kemarin (26/10), di gedung DPRD Provinsi Jambi Telanaipura.
“Daya serap kita secara nasional memang rendah. Saya ingin mengutip pernyataan Menteri Keuangan bahwa infrastruktur pusat itu per Oktober paling banyak daya serapnya sekitar 30-40 persen,” sebut Rizal Djalil.
Rendahnya daya serap tersebut, menurut Rizal Djalil dikarenakan masalah pelaksanaan tender yang pengerjaannya baru pada bulan Juni dan Juli.
“Nah, sekarang baru dalam tahap awal pengerjaan. Yang BPK tidak ingin adalah terjadi penumpukan penyerapan pada akhir tahun. Jadi didesak-desak, jadi mungkin hanya sekadar administrasi saja. BPK ingin semua proses itu berjalan sesuai waktunya,” jelas Rizal, lagi.
Untuk Jambi sendiri, Rizal menegaskan rendahnya serapan tersebut bukan dikarenakan oleh kesalahan administrasi. Tetapi rendahnya daya serap infrastruktur tersebut dialami oleh semua provinsi di Indonesia.
“Saya menyebutkan hal tersebut juga dengan tujuan agar bisa dipercepat. Apakah memang karena faktor cuaca, SDM atau apa. Jadi harapan kita, apa yang diharapkan oleh masyarakat Jambi tentang realisasi infrastruktur bisa lebih cepat. Khusus Jalan Lingkar Selatan, itu memang APBN. Nanti akan kita dorong Komisi V datang ke sini untuk meinjau langsung kondisi jalan tersebut,” beber Rizal, lagi.
Rizal menambahkan, DPR RI kemarin (26/10), baru saja mengesahkan anggaran. Rizal ingin hal tersebut juga ditanggapi oleh DPRD. Begitu alokasi untuk daerah sudah diketahui, harus ditanggapi dengan cepat agar SKPD bisa bergerak dengan cepat pula.
Dalam kesempatan itu, Rizal meminta akuntabilitas BPK yang menjamin tidak adanya rekayasa pemberian opini terhadap suatu daerah.
“Jadi apa yang disampaikan oleh BPK, hasil auditnya, adalah berdasar apa yang dilakukan oleh gubernur, dewan dan semuanya. Jadi hasil audit bukan rekayasa dan tidak ada permainan politik di dalamnya. BPK adalah lembaga yang tidak berdiri dibawah pemerintahan. Tetapi independen,” kata lelaki kelahiran Kerinci tersebut.
Selain itu, Rizal juga menyinggung tentang seringnya perjalanan dinas anggota dewan keluar daerah, bahkan luar negeri. Menurut Rizal, perjalanan anggota dewan sah-sah saja sepanjang memang sesuai dengan tujuan.
“Jadi tujuannya jelas mau kemana, mau ngapain, anggarannya berapa, siapa yang akan ditemui dan siap-siapa saja yang berangkat, harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Anggota dewan memang harus jalan-jalan, supaya tahu bagaimana perkembangan di luar dan menerapkannya di daerahnya,” sebut Rizal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar