Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: MISTERI MIKROBA SUPER

Rabu, 13 Oktober 2010

MISTERI MIKROBA SUPER

JAMBI GLOBAL BY:TONI SAMRIANTO

KEHIDUPAN



r3

LiveScience.com
Program Penggalian Laut mengambil sampel dari laut dalam untuk mendeteksi adanya mikroba super yang mampu hidup di kedalaman ribuan meter. Tampak kapal Program Penggalian Laut JOIDES Resolution di Royal Naval Dockyard, Bermuda.

Oleh YUNI IKAWATI

Laut yang dalam dan dingin, atau sumber hidrotermal bersuhu tinggi di daerah vulkanis, adalah tempat teraman bagi kehidupan jasad renik untuk tetap lestari karena jauh dari cengkeraman tangan manusia.

Para ilmuwan dari Australia menemukan jumlah kehidupan di bawah dasar samudra dua kali lipat dibandingkan dengan yang pernah ditemukan sebelumnya. Sampel tanah yang diambil di lepas pantai Newfoundland mengungkap ada mikroba bersel tunggal yang hidup pada suhu tinggi di kedalaman 1.626 meter di bawah dasar laut.

”Ini mungkin bukan hanya yang terdalam yang pernah ditemukan selama ini, tetapi juga di daerah yang terpanas di sedimen laut dalam,” ujar R John Parkes, ahli geobiologi dari Cardiff University di New South Wales, Australia. Parkes dan timnya menjabarkan secara detail temuannya dalam jurnal Science yang terbit 23 Mei 2008.

Mikroba dasar laut sebelumnya yang pernah ditemukan ada di kedalaman 842 meter. Jasad renik yang hidup di bawah permukaan bumi juga pernah ditemukan di daratan. Di pertambangan emas Afrika Selatan, misalnya, ditemukan bakteri yang mampu hidup di kedalaman hampir 2 mil atau 3,2 kilometer di bawah permukaan tanah.

Parkes dan koleganya menganalisis sampel tanah yang diperoleh dari Program Pengeboran Dasar Samudra. Mereka menemukan sel prokaryotic yang tidak memiliki nukleus sentral yang berasal dari famili archaea. Sejenis bakteri. Mikroba ini mendapat energi dari gas metana di lokasi tersebut.

Jasad renik ini berkembang biak dengan subur pada batuan berusia 111 juta tahun dan bertahan hidup pada suhu 60 hingga 100 derajat Celsius. Pada lingkungan ekstrem, kehidupan jarang ditemukan. ”Di lingkungan itu tak ditemukan cahaya dan oksigen. Meski begitu, ada ruang untuk air di bebatuan. Itu yang dibutuhkan organisme tersebut,” ujar Parkes, seperti dikutip LiveScience.com.

Berdasar temuan ini, Parkes menyarankan agar pengambilan sampel tanah tidak terbatas di permukaan Martian (Planet Mars). ”Bila ditemukan kehidupan beberapa kilometer di bawah permukaan bumi, ada kemungkinan ditemukan hal yang sama di planet lain,” urai Parkes.

Temuan peneliti AS

Sementara itu, Katrina J Edwards, geomikrobiolog dari University of Southern California, menemukan bakteri dalam jumlah ribuan kali lipat lebih banyak di dasar laut dibandingkan dengan di atas permukaan laut. Edwards dan koleganya menduga awal kehidupan di bumi ini bermula dari dasar samudra. Mereka akan menggali lebih dalam lagi untuk menemukan jawaban.

Menggunakan analisis genetika, Edwards dan rekannya menemukan keragaman lebih tinggi pada mikroba di batuan basalt dibandingkan dengan di bagian lain di dasar laut—misal sumber hidrotermal. Keragaman mikroba di batuan dasar laut ini sekaya di tanah pertanian.

”Kami sekarang mengetahui lebih banyak mikroba dibandingkan dengan yang pernah diduga,” ucap David L Garrison, Direktur Program Biologi Oseanografi National Foundation. Penemuan ini diterbitkan jurnal Nature, 29 Mei lalu. Mereka menduga reaksi kimia pada bebatuan itu menjadi energi bagi mikroba tersebut.

Penemuan di Indonesia

Penelitian mikroba di wilayah yang ekstrem, baik di laut dalam maupun di lingkungan bersuhu tinggi, juga dilakukan sejak tahun 2001 di Indonesia.

Penelitian dilakukan di kedalaman 2.000 meter di bawah permukaan laut pada Ekspedisi Laut Dalam ”Java Trench 2002”, Oktober 2002. Ekspedisi ini adalah kerja sama Indonesia-Jepang, dalam hal ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Japan Marine Science and Technology Centre (Jamstec).

Ekspedisi itu merupakan kelanjutan ekspedisi kapal Yokosuka tahun 2001 di Samudra Hindia yang menemukan struktur tunggal (single structure) geologi di 2.000-2.500 meter di bawah permukaan laut.

Diduga struktur ini terdiri dari susunan lumpur vulkanik atau bisa berupa reservoar hidrokarbon. Ini terjadi diduga akibat aktivitas Patahan Sumatera yang menerus ke Samudra Hindia.

Dari penelitian itu juga diketahui bahwa pada jarak sekitar 60 kilometer sebelah tenggara struktur tunggal itu ditemukan kerang pemakan gas metan yang disebut acharax. Ini memperkuat dugaan bahwa di daerah itu ada rembesan gas metan melalui patahan, seperti terekam dalam bagan seismik.

Penyerap selenium

Penelitian mikroorganisme juga dilakukan di daerah vulkanis di beberapa tempat di Indonesia. Penelitian ini mengandung nilai komersial.

Riset yang dilakukan Novik Nurhidayat, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, selama dua tahun dari 2004 menemukan selenium yang berkhasiat antikanker. Selenium berasal dari luapan magma. Pada material itu ditemukan bakteri termofil.

”Bakteri termofil ini mengonsumsi selenium sebagai mikronutrisi untuk pertumbuhannya,” kata Novik.

Ia menemukan bakteri penyerap selenium di sumber air panas di Gunung Kerinci-Seblat Sumatera, Dataran Tinggi Toraja di Sulawesi, Gunung Rinjani di Pulau Lombok, dan Cibodas-Bogor dan Bali pada suhu 60-113 derajat Celsius.

Riset itu bertujuan mencari sumber bahan aktif dan senyawa obat dari mikroba dan tumbuhan herba untuk mencegah dan mengobati kanker. Novik yakin akan banyak ditemukan mikroba serupa di Indonesia karena Indonesia memiliki gunung berapi terbanyak di dunia.

Novik, peneliti terbaik Competitive Award LIPI 2006, menemukan isolat yang mengonsumsi selenium dan tahan suhu tinggi. Dari 302 bakteri termofil yang diisolasi, hanya ada 26 isolat yang teruji mengakumulasi selenium dan 3 isolat di antaranya tahan pada suhu tinggi. Bakteri ini adalah thermus dan geobacillus yang tahan pada suhu 80 derajat Celsius. Bakteri thermomicrobium mampu hidup pada suhu 60 derajat Celsius.

Selenium yang diserap bakteri itu lalu membentuk seleno-asam amino dan seleno-protein, yang mampu menghambat perkembangan sel kanker. Dari daya serap Se (selenium) dan daya oksidasinya, thermomicrobium adalah yang paling tinggi.

”Kini tengah disusun paten tentang proses ekstraksi protein, penemuan bahan aktif, dan penemuan dan pengembangbiakan bakteri itu,” papar Novik. Ekstrak ini nantinya bisa berbentuk kapsul atau tablet.

Tidak ada komentar: