Locations of visitors to this page JAMBI GLOBAL: KORUPSI' DISPENDA VS DEALER

Kamis, 14 Oktober 2010

KORUPSI' DISPENDA VS DEALER

JAMBI GLOBAL BY:TONI SAMRIANTO

Nominal Pajak Kendaraan Berbeda

Pansus PAD (Pendapatan Asli Daerah) Provinsi Jambi mengindikasi ada kebocoran PAD di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jambi. Data nilai pungutan pajak kendaraan di Dispenda dengan yang dimiliki diler, terjadi perbedaan cukup besar. Itu menimbulkan pertanyaan besar dari Pansus PAD Provinsi Jambi.

Panitia Khusus (Pansus) PAD DPRD Provinsi Jambi, kemarin (13/10), menghadirkan pihak diler mobil Toyota dan Honda Sinar Sentosa. Pada pemanggilan kedua ini, menurut Ketua Pansus Henri Mashyur, pansus ingin melihat berapa jumlah kendaraan bermotor yang terjual dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Ini erat kaitannya dengan PAD Provinsi Jambi dari sektor pajak.

“Ternyata jumlah kendaraan bermotor yang terjual dari tahun 2007 sampai tahun 2009 sangat besar. Ini baru dari dua pihak yang kita pangggil. Belum Isuzu, Suzuki, Mitsubishi dan Yamaha,” kata Henry, usai rapat, siang kemarin.

Henry menambahkan, pada tahun 2009 lalu, saat dunia diterpa krisis global, penjualan kendaraan bermotor tidak mengalami penurunan. Krisis global tidak membawa pengaruh apa-apa pada penjualan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor. Kalaupun ada penurunan, lebih dikarenakan banyaknya persaingan merek.

Dengan menelusuri jumlah kendaraan bermotor yang terjual, pansus akan melihat seberapa besar kontribusi pajak terhadap PAD. Sepanjang tahun 2007 sampai 2010, jumlah kendaraan bermotor yang terjual adalah 1.984.980 unit.

“Ada biaya-biaya yang dipungut yang tidak memiliki dasar hukum jelas. Saat ini pansus akan menelusuri pungutan-pungutan tersebut, peluang kebocoran sangat besar dari pungutan-pungutan tersebut,” imbuh Henry.

Berdasar laporan dari pihak Toyota yang diwakili oleh Fahriza, setiap satu unit kendaraan bermotor dikenakan pajak sebesar Rp 650 ribu.

“Pemungutan pajak dipukul rata, tanpa melihat apakah kendaraan tersebut mewah apa tidak. Semuanya dikenakan pajak senilai Rp 650 ribu. Bayangkan saja satu kendaraan dipungut pajak sebesar itu, kalikan dengan jumlah kendaraan yang terjual,” kata Yeri Muthalib, anggota Pansus PAD.

Sementara itu, Kepala Dispenda Sarasadin mengatakan, pungutan tersebut memiliki dasar hukum yaitu Perda nomor 4 tahun 1987. “Tetapi berapa besar nominal pajak tidak ditetapkan,” kata Sarasadin.

Besaran pajak tidak ditentukan di dalam perda tersebut, akhirnya Dispenda membuat kesepakatan dengan pihak diler bahwa besarnya pajak yang akan dipungut untuk satu unit kendaraan bermotor sebesar Rp 145 ribu.

“Menurut pihak Toyota, besarnya pajak Rp 650 ribu. Sedangkan versi Dispenda sebesar Rp 145 ribu. Terjadi perbedaan yang sangat besar. Saat ini kami akan mengkroscek dengan diler lain,” kata Henry Mansyur.

Dalam waktu dekat, pansus akan memanggil diler-diler lain seperti Isuzu, Mitsubishi dan diler-diler lain yang ada di Jambi. “Apa hanya Toyota yang besarnya pajak senilai Rp 650 ribu atau pada diler lain juga terjadi itu,” imbuh Henry, lagi.

Sampai kini, selaku ketua pansus, Henry belum berani mengatakan indikasi kebocoran tersebut. Menurutnya, pansus masih mempelajari dan menelusuri kemungkinan-kemungkinan kebocoran.

“Masih kita pelajari. Tentunya harus ada dasar yang kuat disertai bukti yang cukup. Yang pasti kita akan kroscek,” tandasnya.

Tak Paham Soal Pajak

Soal pajak kendaraan yang kini disoroti Pansus PAD, ditanggapi dingin oleh sebagian warga Kota Jambi. Menariknya, warga sumber yang diwawancarai Jambi Independent malah banyak yang tak peduli dengan pajak itu.

Seperti diungkap Irwandi (42), seorang pegawai negeri sipil (PNS). “Yang saya tahu hanya membayar pajak pertama kali dan seterusnya setiap tahun, itu saja,” ujarnya, ditemui di kantor Samsat, siang kemarin.

Dia hanya tahu, pembayaran pajak kendaraan yang pertama jauh lebih besar dari yang berikut. Untuk pembayaran pertama kendaraan Yamaha Mio miliknya, mencapai Rp 1,05 juta. Namun, pembayaran kedua hanya Rp 168 ribu. Pembayaran tersebut rutin disetornya setiap bulan Oktober.

Tahukah jika kini DPRD Provinsi Jambi sedang mengusut dugaan kebocoran PAD dari sektor pajak kendaraan? Irwandi mengaku tahu. Bahkan, dia tahu PAD Provinsi Jambi menurun pada tahun lalu. “Saya tahu setelah baca koran,” ungkapnya.

Hal serupa juga diakui Hendriansyah, seorang pegawai swasta. Hendri tak tahu jika pembelian motor baru, sudah termasuk pajak-pajak kendaraan bermotor tahun pertama. Mulai BPKB hingga STNK. “Yang saya tahu hanya membayar, karena saya membeli secara kredit dan tidak menerima BPKB,” ungkap pria berkacamata itu.

Tapi, menurutnya, itu bisa saja terjadi karena pada pembayaran pajak pertama kali jauh lebih besar. Pajak kendaraannya pertama kali sebesar Rp 2,15 juta. Sedangkan pada tahun kedua dan berikutnya hanya sebesar Rp 230 ribu.

Bahkan, Hendri juga tidak mengetahui jika penurunan PAD Provinsi Jambi tahun disebabkan pajak kendaraan bermotor. Karena menurutnya, itu urusan pemerintah dan dia tidak mengerti tentang hal itu. “Yang saya tahu hanya membayar pajak setiap tahun,” tegasnya, cuek.

Tidak ada komentar: